Review Buku Muhammad : Lelaki Penggenggam Hujan


Hola guys! Assalamu'alaikum! Aku kembali dengan review buku ini. Nulisnya butuh waktu 3 hari loh guys. 2500+ kata. Jadi, mohon maaf kalau ada typo yach. Luv youu.. :3











Buku ini, ditulis oleh Tasaro GK. Cetakan pertama buku ini, 2010 lho! Dan yang aku punya ini, cetakan ke delapan pada tahun 2017. Lebih tepatnya, bulan Agustus. Buku ini, adalah novel biografi Nabi Muhammad. Terdiri dari empat seri. Buku ini, campuran antara fiksi dan non fiksi lho, guys! Dan pastinya, seruuuuu banget! Beneran, deh. Kalian harus baca. Walaupun tebal, bagi kalian yang suka sejarah maupun sejarah Islam, pasti menghayati dengan ¾ jiwa *Lah?*

Oke, lupakan kalimat terakhir diatas creator. Kita lanjut lagi.

Bundaku membeli buku ini, pada tahun 2019 lalu lho! Dan aku yang penasaran sama sejarah Islam (SKI), akhirnya baca juga. Buku seri yang pertama ini, terdiri dari 659 halaman, dan 69 bab lho! Dan Tasaro GK ini, perlu membaca selebihnya 40 buku untuk membuat 1 buku setebal 659 halaman. Dan Alhamdulillah-nya, buku ini memecahkan rekor kepenasaranku. Biasanya aku menamatkan buku seri Tere Liye dalam 1 bulan, kalau buku ini, kutamatkan dalam 2 minggu kurang 2 hari. Dan aku bukan asal baca, tapi aku tetap mengerti. Alhamdulillah...
Oke, aku mulai review-nya ya guys! Eitsss... Ku kasih tau dulu nih, review versi aku, bukan keseluruhan bukunya. Tapi, kureview bab yang kusuka. Okey, check it out!


Bab fiksi yang kusuka :

Halusinasi, bab 58, halaman 492

Review :
Sebelumnya, Kashva, Vakhshur, Mashya, dan Xerxes sedang dalam perjalanan menuju Tibet. Dan saat itu, mereka sedang mendaki gunung salju. Namun, di tengah perjalanan, mereka harus berhenti selama beberapa hari. Karena Kasva pingsan. Pingsan kenapa? Karena Kasva tidak kuat (tubuhnya), akibat mereka mendaki gunung dengan tergesa-gesa. Perubahan ketinggian tanah pun, bisa merusak kesehatan tubuh. Hal ini, diberitahukan oleh Vakhshur. Oh iya, Vakshur itu, anaknya Guru Kore. Mashya yang mengetahui hal itu-pun khawatir dengan kondisi Kasva. Sama hal-nya dengan Xerxes.
STOP!
Gini, aku jelasin dulu deh, karakter utama di bab ini!
Kashva : tokoh utama. Ia ingin kembali meluruskan ajaran Zardusht. Ia buronan raja Koshrou, raja Persia yang amat angkuh. Karena Kashva mengkritik-nya
Mashya : istilahnya, dia itu ‘bodyguard’-nya si Kashva. Ia tidak terlalu pintar otaknya. Namun ia pintar ototnya. Ia pandai bertarung. Kakaknya Astu. Anak sulungnya Yim. Om-nya Xerxes
Vakhshur : ia paling pintar diantara yang lain. Kalian pikir ia sudah seumuran Mashya maupun Kasva yang sudah dewasa. Salah. Ia masih muda. Masih remaja. Ia pinar otak dan ototnya. Seperti yang kubilang tadi. Ia anaknya Guru Kore. Ia dan ayahnya terusir dari Persia dan tinggal di perbatasan
Xerxes : ia adalah anaknya Astu. Astu adalah pujaan hatinya Kasva (nah, pecahkan masalah ini). Ia dititipkan kepada Kashva. Ia sangat polos :v
El atau Elyas : sahabat pena Kashva. Ia tinggal di Suriah. Ia-lah yang menceritakan kepada Kashva tentang Sang Penggenggam Hujan di muka bumi ini (siapa hayoo..).
Oke, setidaknya sudah ada sedikit bekal pengetahuan kan ya?
NEXT!
Akhirnya, Kasva-pun diistirahatkan dibawah pohon rindang. Tentunya mereka membawa Kasva ke bagian bawah lagi. jika mereka tadi mendaki ke atas dari bawah, sekarang mereka turun dari atas ke bawah. Tentu demi keselamatan jiwa Kashva. Lagipula, di bawah sana, mereka bisa mendapatkan banyak bahan makanan. Ketika berjalan ke bawah tadi, Kahva digendong Masya, dan Xerxes digendong Vakhshur.
Keesokan harinya, Kashva masih belum juga bangun. Padahal, itu adalah pagi yang indah nan hijau di gunung tersebut. Vakhshur bilang, Kashva bisa segera sadar jika ia banyak istirahat dan minum. Tiba-tiba, Xerxes mendongakkan kepalanya dari belakang bahu Mashya. Ia bertanya, “Apakah Paman Kashva bisa jadi orang gila, Vakhshur?”
Atas pertanyaan Xerxes tersebut, Mashya dan Vakhshur kompak menengok kearah Kashva yang tengah bersandar di pohon.
Sambil berbicara. Sendirian.
Mashya memberikan tatapan bingungnya pada Vakhshur. Meminta penjelasan. Vakhshur-pun menggeleng. Ia akhirnya mulai menjelaskan. Hal yang terjadi pada Kashva, bukanlah kegilaan. Melainkan seperti orang mengigau. Ia dan ayahnya pernah mengalami hal tersebut.
“Halusinasi?” Tanya Mashya
Vakhshur hanya mengangguk sekali saja, dan ia menambahkan penjelasannya, “ Harusnya begitu. Namun, saya rasa yang dialami tuan Kashva sedikit berbeda.”
“Apakah ia bersandiwara?” Tanya Mashya lagi
Vakhshur kini menggeleng, “Saya tidak tahu. Namun, halusinasi karena perubahan ketinggian harusnya tidak seperti ini.”
Lenggang lagi.
Kita beralih pada Kashva sekarang.
Ia merasa, seseorang duduk dihadapannya, tersenyum. Kemudian ia berkata, “Kenapa engkau baru sekarang menengok aku, El?”
Ya, ia merasa bahwa orang yang duduk dihadapannya adalah orang yang ia cari dan ia harapkan menjadi ujung perjalanan ini : Elyas
“Aku justru bertanya, apa yang sebenarnya kau cari, Kashva.” Balas Elyas dengan tawa di akhir kalimatnya. Kashva menyimpulkan, bahwa itu adalah ciri khas Elyas. Tertawa di akhir kalimatnya sendiri.
Ia menjelaskan, bahwa ia mencari seseorang yang selama ini Elyas ceritakan dalam suratnya :  Sang Penggenggam Hujan yang tinggal di Arab.
“Kau bilang, ia tak boleh dibangkitkan. Karena dapat menghanguskan hukum Zarthustra.” Jawab Elyas, dan diakhiri dengan ciri khasnya.
“Entahlah. Dua tanganku ini tak bisa melakukan apapun. Keimanan Zarthustra ada di tangan pemimpin saja.” Jelas Kashva
El tertawa “ Kau menyerah?”
Tawa Elyas, mulai sedikit mengganggu Kashva “Apanya yang lucu?”
“Mungkin Guru Kore benar. Kedatangan Pangeran Kedamaian-pun, diperlukan manusia di bumi saat ini, lebih dari kapanpun.” lanjutnya
Elyas tertawa, lagi. ia bertanya kepada Kashva, apakah Kashva sangat terpengaruh oleh cerita Sang Penggenggam Hujan yang sering ia ceritakan. Namun Kashva hanya diam, tidak menjawab. Tiba-tiba, Kashva meminta pada El supaya dirinya dapat ikut ke Suriah.
El-pun menyuruhnya untuk melihat sekeliling. Dan bertanya satu hal El kepada Kashva : “Kau ada dimana?”
Kashva lalu mengatakan tidak tahu. Ia menambahkan, bahwa ia akan ke Tibet.
El-pun kembali berbicara “Intinya, kau ingin menolak kedatangan nabi baru. Apapun sebutan darimu.”
“Perjalanan ini hanyalah pelarian bagimu. Kau tidak sungguh ingin bertemu aku maupun nabi itu” Lanjut El
“Omong Kosong!” Kashva membentak El dengan nafas memburu
“Harusnya kau datang ke Suriah jika ingin bertemu denganku maupun nabi baru. Bukan ke Tibet.” Jawab El sembari terbahak. Entah apa yang membuatnya terbahak.
“Aku tidak pernah menginginkan datang ke Tibet.” Elak Kashva
“Karena kau tidak sungguhan ingin menemui sang nabi. Kau takut ramalan Zardusth akan terwujud. Kau takut iman Zarathustra tercabut dari bumi. Kau ingin hidup dimasa lalu, Kashva.” Jelas El
Kemarahan Kashva tak bisa dibendung lagi, nafasnya kian memburu “Diam!” bentaknya.
Setelah itu, El pergi meninggalkan Kashva, entah kemana.
Jika saat itu Kashva sedang marah, berbeda dengan keadaan Xerxes yang menatapnya prihatin bersama Mashya.
“Apakah Paman Kashva sudah menjadi gila, paman? Ia hanya marah-marah sendiri.” Tanya Xerxes kepada Mashya
“Tidak.” Sambar Vakhshur  “Ia hanya sedang bersandiwara menjadi orang gila. Kita berpura-pura tidak tahu saja, ya?” Ucap Vakhshur meyakinkan Xerxes. Dengan wibawa yang sama seperti saat Kashva meyakinkan maupun menenangkan Xerxes. Yang mendapat penjelasan hanya mengangguk patah-patah. Masih ragu.
Malam harinya..
“Maaf karena aku kasar padamu, tadi.” Ungkap Kashva memulai pembicaraannya dengan El
“Tak apa.” Jawab El sembari tertawa di akhirnya
“Justru bagus, aku akhirnya melihatmu marah.” Lanjutnya
Hingga mereka berbasa-basi. Mulai dari Kashva bertanya kemana El seharian ini, dan El-pun menjawabnya. Intinya, basa-basi mereka lebih dominan ke salju.
“Aku juga minta maaf karena sudah memojokkanmu.” Ucap El lagi
Kashva-pun memaafkannya, namun ia rasa El benar dalam satu hal : menipu dirinya sendiri. Namun El memakluminya. Dan Kashva mengelak sembari mengakui. Mengakui kalau dirinya adalah seorang pengecut. Bukan Yim-lah yang mengatur kedatangannya ke Gathas, melainkan dirinya sendiri. Ia-lah yang membiarkan Yim membuat ‘skenario’ untuknya. Ia kembali berpikir, bahwa ini bukan tentang Koshrou, Yim, Mashya, maupun Astu. Ini semua tentang dirinya sendiri. Tidak ada pertarungan antara Yim dan Koshrou. Yang ada hanyalah dirinya dengan Koshrou. Atau bahkan dirinya sendiri melawan diri sendiri.
El yang kaget mendengarnya-pun memberinya peringatan. Hati-hati, ia bisa gila.
Kashva bertanya pada El, sebenarnya ia sedang melarikan diri dari siapa? Ia bertanya kepada El, menurutnya, ia sedang melarikan diri dari siapa atau apa.
Kesadarannya sendiri. Ya, El mengatakan bahwa Kashva sedang melarikan diri dari kesadarannya sendiri. El menjelaskan, bahwa Kashva sebenarnya tahu dan sadar. Kalau mengkritik Koshrou di Bangsal Apanda, tak akan merubah apa-pun, tapi ia tetap melakukannya. Meninggalkan Kuil Sistan dapat membahayakan Yim serta komunitas Gathas, tapi ia tetap meninggalkan Kuil Sistan. Menyebrang ke Suriah memang susah tapi lebih masuk akal dibanding pergi ke Gathas, tapi ia tak mau melakukannya.
Tatapan El pada Kashva kini berubah. Menjadi tatapan yang kejam. Namun ia tetap melanjutkan penjelasannya.
Dalam sadarnya, Kashva-lah yang memaksa Astu untuk membiarkannya membawa Xerxes, namun Kashva membuatnya seolah keadaan yang memaksa.
Kashva menyuruh El untuk diam. Ia sudah pusing dengan semua hal yang dikatakan El. Namun, El tak menggubrisnya. Ia tetap melanjutkan penjelasannya.
Dalam sadarnya, Kashva membunuh Yim dengan tangan Koshrou. Kashva juga melumatkan Gathas atas nama Koshrou.
Kemarahan Kashva tak dapat disembunyikan lagi. ia mengatakan bahwa El sudah gila. Dan apa keuntungannya juga jika ia melakukan semuanya.
El menjawabnya dengan santai sambil terkikik. Tidak ada. Lagipun, orang yang bisa berbicara dengan orang gila, apa ia masih waras?
Kashva menyerah. Ia berteriak diam sebanyak 3 kali sambil meronta-ronta.
Ia berhenti ketika Mashya menamparnya, hingga pipinya terasa perih. Selanjutnya, hanyalah ada perdebatan antara mereka. kashva yang mengatakan bahwa ada El tadi, dan Mashya yang menyangkalnya. Hingga akhirnya Mashya meninju Kashva.
Keesokan harinya, Kashva sudah sadar dan melupakan kejadian semalam. Ia dan rombongannya-pun kembali melakukan perjalanan. Dengan keadaan Kashva yang mulai takut pada dirinya sendiri. Atas pengakuan alami dari Xerxes, apa yang terjadi padanya sejak kemarin.
Yeeaaayyy!! Akhirnya, selesai juga kureview.
Readers : Baru 1 part thor -_-
Oh iya. Oke, sebelum lanjut ke part 2, aku mau jelasin kenapa aku suka banget bab diatas tadi. Karena, di bab tersebut diceritakan bahwa kita bisa saja menipu diri kita sendiri. Namun kita tidak akan kuat, sampai ada orang yang mengetahuinya. Contohnya. Yaa... seperti yang diatas tadi.
Readers : Ga ada contoh dari creator gitu?
Ga ada. Rahasia besar soalnya. Hehe.. Clue-nya, soal pertemanan. Dah. Itu aja.
Okey, part 2!


Bab non fiksi yang kusuka :

Runtuhnya Berhala, bab 68, halaman 612

Review :
Di puncak bukit Abu Qubais, Makkah, bergerombol orang memenuhi puncak bukit tersebut. Mereka adalah sisa kekuatan orang-orang Makkah, serta sekutu mereka. bani Bakr dan Hudzayl. Jumlah mereka, lebih sedikit dibanding pasukan Rasulullah di bawah bukit sana. Ada 3 orang yang paling berpengaruh dalam hal ini. Yakni, Shafwan bin Umayyah, Suhail bin Amr, orang yang ikut membuat perjanjian dengan Rasulullah di Hudaibiyah. Dan Ikrimah, anak Abu Jahal. 3 orang ini, hatinya tetap berpegang teguh, untuk tidak mengikuti ajaran Rasulalluh walaupun seluruh Quraisy memasuki Islam.
Dibagian lain bukit tersebut, ada seorang lelaki sepuh yang sudah buta. Ia ditemani anak perempuannya. Lelaki itu, ialah Abu Quhafah dan Quraibah. Ayah dan adik kandung Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia bercerita kepada Quraibah. Bahwa waktu ia muda dahulu, ia menyaksikan pasukan gajah Abrahah menyerang Makkah. Itulah tahun yang sama dengan kelahiran Rasulullah. Sekarang ia sudah tua dan sudah buta. Namun ia masih bisa mendengar gemuruh suara pasukan Rasulallah untuk menaklukkan kota Makkah. Seusai ia berbicara, ia meminta tolong kepada Quraibah. Berhubung ia buta, ia meminta Quraibah untuk menjelaskan kepadanya, apa yang terjadi di bawah sana. Ia menjelaskan bahwa pasukan Rasulullah mengepung Makkah dari 4 bagian. Abu Bakar masuk ke dalam pasukan Rasulullah. Abu Qufahah merasakan bahwa penyerbuan akan dimulai. Maka, ia meminta agar putrinya memapah dirinya untuk segera pulang. Apa yang Quraibah lihat, memang sungguh benar dan nyata. Rasulullah membagi pasukannya menjadi 4 bagian. Khalid bin Walid Ia perintahkan untuk meminmpin sayap kanan. Sedangkan sayap kiri dipimpin oleh Zubair bin Awwam. Pasukan Ia sendiri dibagi menjadi 2. Sebagian dipimpin oleh S’ad dan Qays, putranya. Sebagian lagi oleh  Abu Ubaidah.
Setelah mendapat komando dari Rasulullah, mereka semua masuk ke dalam Makkah melalui 4 jalur yang berbeda. Pasukan Khalid dari jalur bawah, sedang 3 pasukan lainnya dari arah bukit dengan jalur yang berbeda.
Di bukit Abu Qubais sendiri, Suhail merasa kenal dengan salah satu diantara pasukan jalur bawah tersebut. Saat Ikrimah tahu bahwa itu adalah Khalid, ia berteriak marah. Menganggapnya telah berkhianat. Shafwan yang mengerti hal tersebut, langsung menyuruh pasukannya menyerbu. Tepat saat pasukan Khalid berada persis dibawah bukit.
Khalid dan pasukannya yang menyadari hal tersebut, langsung mengambil ancang-ancang. Dalam hitungan detik, pertempuran-pun pecah. Tak dapat dihindari lagi. bunyi logam beradu terdengar nyaring. Kilat sinar perak terlihat silau. Teriakan keenangan dan kesakitan bercampur aduk. Pasukan Shafwan kini sudah kewalahan. Begitupun ia dan kedua temannya. Shafwan dan Ikrimah-pun melarikan diri dari pertarungan tersebut. Disusul oleh Suhail.
Sedang di lain tempat, Rasulullah melihat kilatan pedang. Antara pasukan Khalid dan Shafwan. Ia mengatakan, bahwasannya Ia melarang mereka untuk bertempur. Lalu sahabatnya menceritakan kronologi yang sebenarnya. Alasan Khalid dan pasukannya bertempur melawan pasukan Shafwan. Setelah mendengar penjelasan sahabatnya, Ia-pun berkata : “Tuhan (Allah) menakdirkan yang terbaik”.
Telah disiapkan tenda berwarna merah untuk Rasulullah. Ia memuji tenda tersebut dan bersyukur atas nama Allah. Ia tidak akan memaksuki rumah manapun. Melainkan tenda tersebut. Itulah bentuk penghargaannya kepada sahabatnya yang telah membangun tenda tersebut.
Begitu hendak memasuki tenda, seorang perempuan datang menghampirimu. Ialah Ummu Hanni. Sepupunya. Ia menceritakan bahwa 1 dari 2 orang iparnya ikut bertempur melawan Khalid. Namun ia telah kabur dan meminta perlindungan kepadanya (Kepada Ummu Hanni). Sekarang ia berada dirumahnya. Ia meminta perlindungan kepada Ali dan Fatimah. Namun keduanya kompak menolak. Ia kemari dengan keadaan mengunci 2 iparnya di dalam rumahnya. Rasulullah mendengarkannya hingga selesai berbicara. Setelah itu, ia mengkritik Ali dan Fatimah. Ia-pun memberikan perlindungan kepada 2 orang iparnya Ummu Hanni. Ummu Hanni sangat terharu. Ia berterima kasih dan berpamitan kepada Rasulullah.
Ia memasuki tendanya. Dan mendapati kedua istrinya : Ummu Salamah dan Maimunah, serta putrinya, Fatimah. Ia pun mengistirahatan dirinya, setelah shalat sunnah 8 rakaat. Setelah beristirahat, ia melakukan perjalanan ke Ka’bah bersama Abu Bakar. Sesampainya di sana, ia menyentuh Hajar Aswad dengan penuh perasaan, kemudian berteriak “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” dan diikuti oleh ribuan jemaah lainnya. Sekeliling Ka’bah-pun menjadi riuh dengan suara takbir, hingga ia memberi isyarat untuk berhenti. Selanjutnya, ia memimpin tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali. Setelah itu, ia menatap Ka’bah dengan kerinduan. Terbayang lagi wajah-wajah orang yang mendukung maupun melindunginya. Seperti Abi Thalib dan Hamzah. Ia-pun menghampiri maqam Ibrahim dan shalat disana. Setelah itu, ia memasuki Ka’bah bersama dengan Bilal, Usamah dan Utsman bin Thalhah.
Setelah selesai di dalam Ka’bah, ia-pun keluar dari Ka’bah, dan mendapati Abu Bakar bersama ayahnya. Ia ingin memeluk agama Islam
Seusai dengan ayahnya Abu Bakar, ia-pun menuju bukit Shafa. Sebelum itu, ia meminta agar berhala Hubal dihancurkan dan dikubur oleh para sahabat. Barulah ia menuju bukit Shafa. Disana, banyak orang Makkah akan mengakui kenaibiannya, dan Tuhan Yang Esa. Disanalah, Hindun mengakui hal tersebut. Bersama ratusan orang Makkah lainnya.
Shafwan dan Suhail boleh jadi belum memeluk Islam, namun Rasulullah memberi mereka perlindungan di kota Makkah. Dan memberi mereka waktu berfikir selama 4 bulan. Untuk tetap di Makkah dan belum memeluk Islam.
Sedang Ikrimah, ketika ia baru mau menaiki kapal di pelabuhan Tihamah, ia dijemput oleh istrinya. Ummu Hakim. Ia telah masuk Islam lebih dulu. Ia menjelaskan, bahwa Rasulullah memberi jaminan keamanan untuk seluruh penduduk Makkah. Termasuk yang belum memeluk Islam. Ikrimah menaiki kapal itu untuk menghindari 4 kata dan 2 kalimat yang orang-orang Makkah sebutkan. Namun, melihat istrinya, ia tidak dapat menghindari hal teersebut. Ia-pun Bersyahadat. Di depan istrinya yang tengah menangis bahagia. Kemudian, mereka berpelukan.
Kabar Ikrimah masuk Islam cepat menyebar luas hingga sampai di telinga Rasulullah. Betapa bahagianya umat Muslim beserta Rasulullah saat itu.

Alhamdulillah..... Akhirnya yang memeluk agama Islam di kota Makkah bertambah pesat. Itulah alasan kenapa aku suka part diatas. Dan ada 2 alasan lagi. Pertama,  sekeras apapun hati manusia, hati tersebut dapat melunak jika dilunakkan oleh cara yang lembut, dan tanpa ke-egoisan (contoh : Ikrimah masuk Islam). Kedua, Islam itu, mengajarkan kedamaian dan ketenangan. Jadi, perasaan negatif apapun yang ada dalam diri kita, ketika kita benar-benar minta sama Allah buat dihilangkan hal negatif tersebut dan kita juga berupaya, maka Allah bisa saja mengangkat hal negatif yang ada dalam diri kita tersebut, dan digantikan hal positif.


Comments

Popular posts from this blog